Nganjuk | Updatenewstv- Terkait peristiwa seorang pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nganjuk meninggal dunia setelah menjalani operasi, yang memicu protes dari pihak keluarga, yang menduga ada kelalaian medis.
Seorang pasien berinisial HGR (45), warga Jalan Mayjen Sutoyo, Desa Jatirejo, Nganjuk, meninggal dunia setelah menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nganjuk pada 9 Januari 2025.
Pasien yang awalnya hanya mengeluhkan sakit perut tersebut kemudian dirujuk untuk tindakan operasi, namun kondisinya justru memburuk pasca-operasi hingga akhirnya dinyatakan meninggal dunia.
Keluarga pasien pun melayangkan protes terkait dugaan kelalaian medis yang mereka percaya menjadi penyebab kematian HGR. Mereka menilai adanya keterlambatan dalam pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit.
Menanggapi hal itu, Aldise Yuka Bagus Mandiri SH, selaku Humas RSD Nganjuk menyampaikan, bahwa pihak rumah sakit telah melakukan investigasi terkait dugaan lambatnya pelayanan. Yuka menegaskan bahwa pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Mengenai dugaan lambatnya pelayanan yang dilakukan oleh keluarga berdasarkan investigasi internal yg dilakukan, hal tersebut sudah sesuai dengan SOP pelayanan dimana tindakan operatif tertunda pelaksanaan karena masih menunggu persetujuan pasien serta hasil musyawarah dari keluarga yang diperlukan. Pasien dan keluarga baru menyetujui tanggal 8 januari 2025 dan operasi dilaksanakan tanggal 9 januari 2025 karena persetujuan pasien diperlukan sebelum tindakan operasi dilaksanakan,” ungkap Yuka, Selasa (04/02/2025).
Terkait dengan pernyataan yang mengklaim pasien meninggal akibat kelalaian medis, Yuka menegaskan, bahwa hal tersebut tidak benar. Dirinya menjelaskan bahwa pihak rumah sakit telah memberikan edukasi terkait kondisi pasien kepada keluarga, khususnya mengenai potensi risiko yang mungkin terjadi.
Terkait dengan penandatanganan pernyataan yang menyatakan pasien meninggal setelah dilakukan investigasi hal tersebut tidak benar. Berdasarkan investigasi tersebut, yang ditandatangani adalah edukasi mengenai kondisi pasien dan resiko yang mungkin terjadi pada pasien (meninggal dunia). Suami tidak menandatangani pernyataan tersebut yang menandatangani dan mendapatkan penjelasan adalah Bapak Suparmin. Standar operasional prosedur edukasi pasien dilakukan diantaranya pada pasien kritis dan pasien terminal dimana pasien pasien yang termasuk kritis harus diedukasi kepada keluarga terkait resiko perjalanan penyakit yang terberat sampai dengan meninggal harapannya keluarga mengetahui kondisi ini supaya menyiapkan kondisi mental dan rohani,” jelas Yuka.
Mengenai dugaan keluarga terkait kondisi jahitan pada tubuh pasien yang dianggap tidak sesuai prosedur, Yuka menyatakan bahwa hal tersebut juga sudah sesuai dengan standar operasi. Yuka menjelaskan bahwa sayatan yang terlihat pada tubuh pasien adalah hasil dari prosedur pembedahan laparatomi, yang memang dapat menimbulkan luka panjang.
Adanya jarak jahitan dari ulu hati hingga bawah pusar -/+ 30 cm sekitar pusar 3 cm terbuka terlihat organ dalam berdasarkan investigasi internal yg dilakukan, hal tersebut sudah sesuai dengan standar operasional prosedur. Sedangkan untuk luka operasi utama sepanjang mulai dari atas pusar belok sampai bawah pusar terkesan luka yang panjang dan mengerikan adalah sayatan luka operasi laparatomi. Operasi tersebut sudah sesuai prosedur pembedahan operasi, pada saat pasien menjelang meninggal dari ruang bougenvil petugas tidak mendapatkan adanya jahitan yang terbuka semua masih dalam kondisi wajar sesuai prosedur,” tambahnya.
Keterangan Yuka dari keluarga HGRW tidak dibawa ke RS lain lantaran mereka percaya bahwa RSUD Nganjuk mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan.
Pasien tidak dirujuk di rumah sakit lain dalam kondisi tersebut karena RSUD Nganjuk mampu memberikan pelayanan yg dibutuhkan pasien mencakup bedah umum sampai bedah kanker cakupan pelayanan ini mendukung kebutuhan penanganan kondisi,” tutupnya.
(Ricko)