Nganjuk | Updatenewstv- Proyek pengurukan lahan yang rencananya akan dibangun sebuah pabrik di Desa Gebangkerep, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk, tengah menjadi sorotan publik.
Mengenai hal ini, Anang Hartoyo, seorang Pengamat Hukum Kebijakan Publik, memberikan tanggapan mengenai tahapan perizinan yang perlu diperhatikan oleh pengusaha dalam melakukan kegiatan pembangunan.
Menurut Anang, sebelum memulai proyek pengurukan, ada beberapa tahapan perizinan yang wajib diperhatikan.
Pembangunan pabrik, termasuk pengurukan lahan, harus dimulai dengan memastikan kesesuaian lokasi dengan peraturan tata ruang yang berlaku, baik itu di tingkat daerah Kabupaten Nganjuk maupun secara nasional,” ujar Anang, pada hari Sabtu (25/01/2025).
Anang menambahkan, selain itu, penting untuk memastikan bahwa pembangunan pabrik tidak bertentangan dengan pemanfaatan lahan yang ada. Salah satu perizinan yang harus diperoleh adalah izin lingkungan, baik itu UKL UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup) ataupun SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan), sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-Undang Cipta Kerja.
Selain itu, terkait dengan pembangunan fisik, pengusaha harus memperoleh Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), yang berfungsi sebagai pengganti IMB. PBG ini penting untuk memastikan bangunan pabrik memenuhi standar teknis, baik dari sisi keselamatan maupun keamanan, sesuai dengan PP 16 Tahun 2021,” lanjutnya.
Anang juga mengingatkan agar perusahaan mendapatkan Izin Usaha Industri (IUI) melalui sistem OSS yang berlaku. IUI ini mengatur berbagai aspek operasional industri, termasuk kapasitas dan jenis industri serta kepatuhan terhadap standar industri nasional. Selain itu, aspek Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) juga harus diperhatikan, terutama dalam kegiatan pengurukan lahan yang melibatkan tenaga kerja.
Lebih lanjut, menurut Anang, salah satu aspek yang tidak kalah penting adalah partisipasi masyarakat sekitar melalui tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan PP Nomor 22 Tahun 2021. Hal ini bertujuan untuk mencegah konflik sosial dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Anang menambahkan, bahwa meskipun telah memperoleh PBG, kegiatan pengurukan tidak bisa dilanjutkan begitu saja tanpa dokumen pendukung lainnya, seperti Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dan izin lingkungan.
Perizinan PBG saja tidak cukup untuk melakukan kegiatan pengurukan dalam skala kecil atau besar. Perlu diperhatikan, selain PBG perlu dukungan dokumen lain, seperti Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) sesuai rencana tata izin atau tata ruang. Selain itu juga perlu izin lingkungan, yakni UKL UPL dan izin sebagaimana tertera pada Peraturan daerah,” tambahnya.
Dirinya juga menekankan pentingnya memperbarui izin yang sudah kadaluwarsa untuk mencegah dampak hukum yang lebih serius.
Jika ada izin yang sudah kadaluwarsa, segera urus perizinannya dan hentikan sementara aktivitasnya agar terhindar dari potensi risiko hukum,” tutup Anang.
(Ricko)